Bagi yang pernah ke Kalimantan Selatan dan memperhatikan suasana disini, pasti akan mengenal nama Lambung Mangkurat. Nama ini dipakai oleh universitas tertua di Kalimantan yaitu Universitas Lambung Mangkurat atau sering disingkat UNLAM. Tetapi banyak juga generasi muda Banjar sekarang hanya tahu namanya saja. Padahal tokoh ini adalah tokoh yang paling disebut peranannya dalam sejarah Kerajaan Negaradipa cikal bakal Kerajaan Banjar, setara dengan Mahapatih Gajah Mada dari sejarah Kerajaan Majapahit.
Tokoh legendaris ini menurunkan keturunan raja-raja Banjar berikutnya sebab Lambung Mangkurat adalah ayah dari Putri Kahuripan (hasil perkawinannya dengan Dayang Diparaja) yang kemudian dijadikan permaisuri oleh Raden Suryaganggawangsa. Adapun turunan raja-raja Banjar bermula dari Majapahit, yaitu Pangeran Suryanata (Raden Putera) adalah putra dari Kerajaan Majapahit hasil dari pertapaan.
Mangkubumi Lambung Mangkurat dikenal sebagai tokoh dengan pribadi setia dan bijaksana, tokoh kenegaraan yang cakap, tokoh militer yang tegas tanpa pilih kasih, dan sekaligus sebagai orang tua dan pendidik. Kepribadian Lambung Mangkurat selain ditentukan faktor keturunan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada masa itu faktor lingkungan yang sangat berperan adalah sebuah lingkungan dengan unsur magis.
Di dalam sejarah kerajaan di Indonesia, sering kita temui tokoh-tokoh dengan nama binatang sebagai nama orang untuk menunjukkan fungsi atau sifat yang menyerupai nama tersebut. Misalnya Hayam Wuruk, Gajah Mada, Nara Singha Murti, Tiung Wanara, Lembu Tal, Lembu Peteng, dan salah satunya Lembu (Lambung) Mangkurat.
Nama Lambung Mangkurat terjadi dari gabungan kata “lambung”, “mangku”, “rat”. Kata “lambung” adalah dialek Banjar yang berasal dari kata “Lembung”. Di dalam bahasa Banjar huruf ‘e’ (pepet) sering diucapkan ‘a’, misalnya kata “sesak” menjadi “sasak” sehingga “lembu” juga diucapkan menjadi “lambu”
Dari contoh itu bisa disimpulkan kata “lambung” berasal dari “lembung” kemudian terjadi penambahan “ng” akibat penyengauan untuk memudahkan penyebutan bagi masyarakat setempat zaman itu. Mungkin juga tambahan “ng” menurut bahasa Jawa Kuna/Bahasa Kawi sehingga apabila diuraikan menjadi “Lembu ng Mangkurat”. Kata “ng” menunjukkan kepemilikan (milik/menyerupai/menyamai) atau bisa juga sama dengan kata “yang”.
Adapun gabungan kata “mangkurat” berasal dari kata “mangku” artinya memangku, mendukung, dan kata “rat” berarti jagat, dunia. Jadi seluruh gabungan “Lambung Mangkurat” berarti “lembu yang memangku dunia”. Di dalam agama Hindu Lembu/Sapi adalah binatang suci karena kesetiaannya disebabkan binatang ini menjadi kenaikan Mahadewa Siwa, dalam legenda dulu Sapi juga diceritakan sebagai binatang yang menyandang bumi di pundaknya.